Ngapunten, Kopinya monggo Bawa Sendiri

Nyarahi Kitab (Kuning/Gundul)

Kitab, begitulah sering kita menyebutnya dengan sebuah literatur ilmiyah karya para 'ulama salaf yang menjadi "makanan" sehari-hari saat nyantri, akrab juga disebut dengan Kitab Kuning, atau dalam bahasa arab disebut "Shofro" yang susunan hurufnya hampir menyerupai huruf pada kata "Shofir" yang artinya (kosong), karenanya kitab tersebut memang ditulis tanpa makna / terjemah, dan juga tanpa "harokat", sehingga kadang kitab kuning ini di sebut juga dengan "Kitab Gundul"

Baca kitab, sambil nyarahi (memberikan makna, biasanya di diktekan / dibacakan oleh kyai/ustadz) adalah satu diantara kegiatan sehari-hari yang menjadi aktifitas rutin dipesantren, baik para santri pondok maupun santri madrasah diniyyah, sehingga tak jarang para alumni, atau santri yang telah lama meninggalkan suasana saat-saat nyantri, sering kangen dengan suasana-suasana duduk didalam majelis bersama kyai/ustadz sambil nyarahi kitab.

Para santri santri di Jawa / yang pernah mondok di Jawa (khususnya), cukup familier dengan rumus-rumus atau huruf-huruf sebagai tanda i'rob yang di sesuaikan dengan makna dalam bahasa jawa yang dibutuhkan para santri, seperti huruf "mim" sebagai tanda "mub-tada" yang di sesuai alihkan dengan kata dalam bahasa jawa yaitu "utawi", huruf "kho" sebagai tanda "khobar" yang disesuai alihkan dengan kata dalam bahasa jawa yaitu "iku", dan seterusnya.

Meskipun saya sendiri sudah cukup familier dengan tanda-tanda itu, namun saya sendiri tidak tahu siapakah yang pertama kali meng-ide-kan hal ini, dari desas-desus yang saya dengar baru-baru ini ada yang mengatakan rumusan ini hasil karya Syaikhona Kholil Bangkalan (Madura), dan versi yang lainnya menyebutkan bahwa penggagasnya adalah Kyai Sholeh Darat (Semarang).

Tapi yang jelas, siapapun penggagasnya, saya pikir rumusan seperti ini sangat bermanfaat bahkan hingga saat ini, hampir semua pesantren salaf menggunakan rumusan ini untuk nyarahi kitab, sambil belajar "metani" tanda-tanda i'rob sebuah kalimat.

Dan satu lagi yang baru saya ketahui belakangan ini, ternyata rumus ini ada syiir / nadzoman-nya, meskipun dulu saya hafal rumusnya bukan karena sengaja menghafal, tapi karena ter-setting otomatis di ingatan saya sebab terbiasa nyarahi waktu ngaji, sehingga bagi yang ingin menghafalnya cukup baik mengikuti syiiran / nadzoman ini, saya catat dari beberapa ceramahnya Kyai Said Agil Siroj, kurang lebih sebagai berikut :  

Fa utawi Limub-tada iku khobar
Opo Lifa-'ilin wa na-ibin dzohar
Wa ing limaf'ulin bihi 
krono limaf-Ulin Liajlihi wa ingdalem dzorof
Serto Limaf-’ulin ma-’ah 
wa kang sifah Silatu mausulin kadza mitslus sifah
Wa mutlaqul maf-’uli fihi klawan
kadzaka baabu jarri fathlubil bayan
Apane Littamyizi haale haalu
Fajtahiduu bil khifdzi ya Rijaalu

Mim = Dibaca "Utawi" / tanda sebagai "Mubtada"
Kho = Dibaca "iku" / tanda sebagai "Khobar"
Faa = Dibaca "opo" / tanda sebagai "Faa'il"
Mim Fa' = dibaca "ing" / tanda sebagai"maf'ul bih"
Lam = dibaca "kerono" / tanda sebagai "maf'ul li-ajlih"
Dzo' = dibaca "ing ndalem" / tanda sebagai "dzorof"
Mim 'Ain = dibaca "serto" / tanda sebagai "maf'ul ma'ah"
Shod = dibaca "kang" / tanda sebagai "Sifat (silah maushul)
Mim Tho' = dibaca "kelawan" / tanda sebagai "Muthlaqul maf'ul fiih"
Ba' = dibaca "kelawan" / tanda sebagai "Ba' jerr"
Ta' Mim = dibaca "Apane" / tanda sebagai "tamyiz"
Haa' = dibaca "Haale" / tanda sebagai "Haal"

Apabila ada yang kurang, mohon koreksi & disempurnakan, semoga bermanfaat.








Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Menu Es Campur

F