Ngapunten, Kopinya monggo Bawa Sendiri

KUE KA'AK



Saat itu saya berkunjung ke salah satu tetangga saya bernama pak Kadir, kurang lebih seperti itu kami dikampung memanggilnya, dalam rangka silaturrahim disuasana Idul Fitri / Lebaran, beliau seorang pengusaha keturunan Arab, saya baru tahu setelah beliau meninggal kalau namanya adalah Abdul Qadir Mauladdawilah, yang menurut yang saya tahu dari beberapa pencatatan nasab klan Mawladdawilah adalah salah satu klan yang bersambung kepada Rasulullah saw. mungkin jika beliau hidup dimasa kini, juga akan dipanggil "Habib". 
Dalam kunjungan saya saat itu, kebetulan disuguhkan dimeja tamu beliau tersaji beberapa kue & salah satunya yang saya makan terasa asing dilidah, rasanya semacam ada campuran khas pedas-pedas aroma jintan didalamnya. 

Kak Ipah, begitu biasa kami menyapa, adalah istri Pak Kadir, saya nggak yakin juga namanya Kak Ipah, karena disini semua orang keturunan Arab dipanggil kak Ipah, bahkan seharusnya tidak semua orang berwajah timur tengah dipanggil kak Ipah, karena saya rasa Kak Ipah adalah sebutan untuk seorang "Syarifah" yang bernasab ke Rasulullah saw. pula yang didialek-kan dengan lidah orang lokal (jawa) sini.

Saya bertanya sama Kak Ipah, ini kue apa? beliau cuma senyum-senyum saja, semakin membuat saya penasaran, rasa seperti ini meskipun terasa asing namun cukup cocok dilidah saya, sayapun cukup menikmatinya saja, sampai suatu ketika setelah beberapa tahun berlalu, bahkan saya sendiri sudah lupa sama Kue ini, saat Haul Habib 'Ali bin Muhammad Al-Habsyi (Simtud-duror) di Solo dibagikan kue yang rasanya kemudian mengingatkan saya pada kue di rumahnya pak Kadir tetangga saya, saya pun baru tahu kalau kue itu bernama "Ka-'aK" karena di plastik pembungkusnya ditulisi seperti itu. 


Saya pikir tidak begitu penting mengetahui bahan-bahan membuat kue ini, yang jelas selepas Haul di Solo saya menemukan mbak-mbak yang jualan kue ini dipinggir jalan, saya sempet memborong beberapa toples untuk istri saya, bapak saya, dan mertua, sampai dirumah ternyata kue ini menurut cita rasa saya paling enak sebagai penyanding minum kopi dibanding biskuit penyanding kopi yang biasa disajikan di beberapa gerai kopi beken ataupun jika dibanding pisang goreng di warkop pinggir jalan, selamat mencoba.





Share:

Napak Tilas Nuzulul Qur'an di Goa Hira'

Perjalanan kali ini sebenarnya tidak termasuk dalam "itinerary" atau fasilitas yang ada dalam paket ziyarah, karena mungkin ini terlalu beresiko karena medan yang berat & kita masih ada jadwal untuk melaksanakan umroh dua kali lagi, sehingga lebih disarankan untuk melaksanakan ibadah ringan saja, seperti i'tikaf & sholat di masjid, supaya ada simpanan tenaga untuk thowaf, terlebih untuk sa'i, beberapa teman seperjalanan mengajak saya dan akhirnya sayapun tergoda, disamping memang penasaran dengan yang namanya Goa Hira'. 

Kita pun sewa taksi dengan biaya sekitar 5 riyal per orang, satu mobil berisi 6-8 orang (mobil innova), setelah sholat ashar kita berangkat menuju Jabal Nur , yang lokasinya sebenarnya tidak terlalu jauh dari pusat kota Makkah atau Masjidil Haram, sepertinya tidak sampai 20 menit kita sudah sampai di parkiran di kaki Jabal Nur yang jalannya menuju parkiran itu menanjak begitu tajam. 

Sesampainya diparkiran, sayapun turun dari mobil dan melihat kearah atas gunung lokasi pendakian, spontan mulut saya mengucapkan "Astaghfirullaahal 'adziim .." , bener-bener melihatnya saja saya seakan saya sudah antara "iya" & "tidak" untuk naik ke puncak dimana Goa Hira berada, namun seorang teman mengatakan pada saya "Ayo naik, ntar kalo ditengah udah gak kuat ya kita turun aja lagi" , saya pikir ada benernya juga. 

Sayapun mulai menanjak pelan, sambil beberapakali berhenti untuk menikmati pemandangan kota Makkah yang terlihat semakin diatas, semakin indah, apalagi menjelang terbenamnya matahari (Sunset) saat cuaca cerah begitu menawan, namun tanjakan tajam, dengan rangkaian tangga batu, ketinggian yang curam, membuat saya hampir putus asa, tapi alhamdulillaah akhirnya sampai juga di atas puncak yang banyak dihuni tenda-tenda kumuh orang (saya tidak tahu pasti, tapi mungkin semacam orang kurdi dari pakistan atau daerah sekitar india sana yang kesehariannya menghuni area Goa Hira dan berprofesi sebagai pengemis). 

Menuju Goa kita bisa melewati sebuah celah diantara dua himpitan batu besar di ruang sempit dan gelap, hanya dapat dilalui seorang saja secara bergantian, atau bisa juga lewat atas Goa, tapi rawan untuk meloncati para peziarah yang lain, karena kita harus turun pas didepan atas pintu Goa, dimana banyak peziarah yang sudah antri untuk masuk kedalam Goa Hira, yang sepertinya hanya cukup untuk dimasuki tak lebih dari empat orang saja, dan karena disana tidak ada askar (penjaga) yang menjaga disana, peziarah bisa saja sakarepe dewe (semaunya sendiri) menerobos antrian, juga berlama-lama didalam Goa, tanpa peduli di luar banyak yang antri untuk masuk juga.

Dari pengalaman perjalanan ke goa Hira' ini, kemudian terlintas dalam benak saya, bagaimana Rasulullah saw, dapat menemukan tempat seperti ini, apakah memang beliau menerima ilham untuk sampai ketempat ini, ataukah memang Goa ini sudah pernah dikenal dimasa beliau? wallaahu a'lam, yang jelas menuju ketempat ini sungguh membutuhkan perjuangan & fisik yang prima, tempat yang sempit, diatas Gunung yang curam & terjal, tak ada air, Rasulullah tinggal di dalamnya & menerima wahyu pembuka didalamnya.


Tanjakan menuju Goa

Suasana antrian di pintu Goa Hira'

View Kota Makkah di Malam hari dari atas Jabal Nur

Sholat Maghrib, Suasana Senja di Jabal Nur/Area Goa Hira'

Share:

Ziyarah - Jabal UHUD

Hari itu, saya bersama rombongan menuju lokasi Jabal Uhud, melewati perbukitan lokasi perang khondak yang cukup kita lintasi saya, tanpa berhenti disana, dan akhirnya sampailah kita di perbukitan Uhud, yang merupakan saksi bisu terjadinya sebuah tragedi perang antara pasukan Muslim Madinah dengan Kaum Quraisy dari Makkah, disana seakan imajinasi saya kemudian tersetting otomatis untuk flashback terjadinya perang, dimana Rasulullah saw. bersama pasukannya berperang, termasuk diantaranya Sayyidu As-Syuhada' (Pemimpin para Syuhada) Hamzah bin Abdul Mutholib sang paman Rasulullah saw. yang juga terbunuh di tempat ini. 

Sayapun tak tahu mengapa melihat deretan gunung-gunung itu dada terasa sesak, melihat dari jauh nampak bukit "pemanahan" dimana pasukan pemanah yang telah dipersiapkan Nabi, siap menyambut kedatangan pasukan musuh dari Makkah, dan seakan rasa pilu yang terbendung kemudian meluncur deras dalam deraian airmata yang mengalir dari mata, saat saya menghampiri pemakaman Sayyidina Hamzah bersama tak kurang dari 70 orang syuhada' yang dikubur dalam area berpagar hitam itu, meskipun hanya bisa berdiri dari luar pagar saya sampaikan salam & lantunan doa untuk beliau beserta para syuhada' yang kini telah hidup dialam barzah dengan limpahan kesejahteraan dari Allah untuk beliau-beliau semuanya.

Suasana pilu itu membuat saya tak dapat menyempatkan diri berfoto ataupun mampir ketempat belanja meskipun disana berderet orang menawarkan dagangan pada para peziarah, saya rasa curahan rahmat Allah, dan limpahan keberkahan dari para Syuhada' Uhud cukup untuk saya, semoga Allah menerima ziarah saya ini.

Terlihat Bukit Pemanahan didekat masjid

Makam Sayyiduna Hamzah, bersama 70 Syuhada Uhud

Dari balik bukit ini, pasukan musuh dari Makkah datang

Share:

SHOLAT (Urgensi & Implementasi)

Bermula ketika saya membaca surat Thoha, sampai pada ayat :

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ


"Dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kami lah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa"

Sepintas kemudian membuat saya berpikir, terkadang (bahkan sering juga sih), kita mengejar apa yang namanya rizki duniawi (baik harta, tahta, dsb) sampai melalaikan kita dengan urusan yang benar-benar oleh sebagian umat islam sendiri dianggap sepele, yaitu SHOLAT (saya garis bawah, huruf kapital plus tebal). 

Pernyataan pada ayat ini membuat saya (pribadi) kemudian berasa ter-"tabok" , betapa yang seharusnya kita sibukkan diri kita adalah dalam urusan ibadah, karena kita diciptakan hakikatnya hanya untuk ibadah, sebagaimana dalam ayat lain di sebutkan "Sesungguhnya tiada aku ciptakan Jin & manusia, kecuali hanya untuk ibadah kepada-KU" (Adz-dzaariyaat / 56) , sedangkan tonggak segala ibadah adalah SHOLAT , sampai-sampai dalam ayat yang disebutkan dalam surat Thoha tersebut, Allah swt seolah-menyatakan, Dialah yang menjamin Rizki setiap hambanya. 

Nah, sekarang .. seserius itukah kita memikirkan tentang Sholat ini? fenomena yang saya temui baik pada sebagian orang, atau bahkan mungkin seringkali terjadi pada diri saya sendiri (semoga tidak keterusan & diberi kesempatan untuk bertaubat & memperbaiki diri) adalah, 

1. Menganggap Sholat adalah hal yang remeh & ringan
2. Melalaikan waktu sholat
3. Melalaikan ilmu tentang sholat

tiga hal ini diantara sebagian besar yang terjadi diantara lingkungan kita, dari point satu itu saja sudah cukup membuat kita terjerumus pada kelalaian poin berikutnya. Melalaikan waktu sholat pada poin kedua terkadang lebih dikarenakan kita terlena dengan segala aktifitas keseharian, sedangkan poin ketiga tentang ilmu (pengetahuan) tentang sholat ini adalah momok dari pada kelalaian yang "bahkan" sebagian orang tidak menyadarinya. 

Hampir tidak hanya sekali saja, saya menjumpai seorang melakukan Jamak & atau Qoshor Sholat tidak memenuhi syaratnya, banyak orang melakukan sholat hurmat waktu tanpa mengulanginya / mengqodho lagi (dalam madzhab syafii), orang tayammum diatas pesawat dengan menggunakan debu-debu yang menurut prasangkanya (dzon) nya terdapat di dinding / jok pesawat, dan ini sebagian bahkan dilakukan oleh sebagian para jamaah umroh. Hal-hal semacam ini tentunya dikarenakan kelalaiannya dalam mengaji (kurangnya ilmu/pengetahuan) tentang perihal tata cara sholat. 








Share:

Menu Es Campur

F